Jumat, 23 Januari 2009

SEKPRI SEKDA TASIKMALAYA KEMBALI JADI "BIDIKAN" WARTAWAN

Tasikmalaya,- Beberapa “kuli tinta “ yang biasa “ngeposs” di lingkungan Setda Kabupaten Tasikmalaya kini mulai “gerah”, pasalnya salah satu Sekretaris Pribadi (Sekpri) Sekwilda Kabupaten Tasikmalaya yang berinisial “A” diduga telah menghalang-halangi tugas jurnalis tatkala mereka (wartawan-red) ingin melakukan konfirmasi atau klarifikasi keruang kerja Sekwilda.
Salah satu wartawan media Cetak terbitan Jakarta yang biasa mangkal dan bertugas di wilayah Kabupaten Tasikmalaya sempat mengaku kesal akan tindakan dan perlakuan Sekpri tadi. Kepada Tadjuk dirinya mengaku merasa dihalag-halangi apabila ingin melakukan tugasnya seperti meng-konfirmasi secara langsung keruangan kerja Sekwilda. “Seharusnya Sekpri harus tanggap dan menghargai tugas kami sebagai jurnalis apalagi ini untuk konsumsi sebuah berita, bukannya menghalang-halangi tugas kami ini malah yang kami alami selalu kesulitan apabila menemui langsung pak Sekda, ada apa sebenarnya ini, sementara wartawan yang medianya tidak jelas saja bisa menghadap beliau”, keluh wartawan JP ini bertanya-tanya.
Memang keluhan para wartawan yang dialami oleh wartawan JP tersebut bukan yang pertama kalinya yang terjadi bahkan seringkali dialami oleh para jurnalis lainnya. Tengok saja beberapa bulan ke belakang, akibat kasus yang dialami seperti wartawan JP, sempat terjadi beberapa ketegangan dan perang urat syaraf antara wartawan dan Sekpri tadi. Bahkan salah seorang wartawan surat kabar terbitan Bandung sempat meninju dinding ruang tunggu Sekwilda hingga “rusak dan bolong” akibat kekecewaan dan kekesalan yang dialami wartawan SKP ketika itu karena ulah sang sekpri tadi.
“Ini sebuah catatan penting dan bersejarah bagi Pemkab Tasikmalaya dimana untuk pertama kali dimana akibat kekesalan dan “overacting” yang berlebihan dari seorang sekpri, sehingga wartawan melakukan tindakan anarkis yang demikian, seharusnya ini jadi pembelajaran bagi sebuah intansi”, kata Didin SH salah satu Tim Advokasi LSM FKMT kepada Tadjuk Rabu (21/1) saat dimintai tanggapannya. Jabtan Sekpri yang notabene seorang PNS adalah sebagai abdi negara yang seharusnya mampu berinteraksi dengan baik untuk melayani masyarakat termasuk wartawan, katanya. Kejadian ini sungguh memalukan dan memilukan bagi dunia pers, dimana seorang wartawan harus berhadapan dengan PNS yang menghalangi tugas jurnalistiknya. “ini sebuah pelanggaran, disamping melanggar disiplin Pegawai Negeri juga sekpri tadi bisa dijerat dengan Undang-Undang No.40 tahun 1989 Tentang Pers, diaman menghalang-halangi tugas jurnalis untuk mencari sebuah berita dan menemui narasumebr apabila dihalng-halani dapat didenda Rp. 500 juta maksimal 10 tahun penjara”, ujar Didin SH. Bahkan Didin tidak menyangkal bisa saja apa yang dilakukan seorang sekpri tadi selain tindakan overactingnya bisa juga perintah sang “dunungan” dalam hal ini Sekwilda, tambahnya.
Sementara Sekpri Sekwilda yang bersangkutan saat dikonfirmasi oleh Tadjuk melalui sambungan telepon selular megaku bahwa dirinya tidak merasa mengahalang-halangi tugas jurnalis yang ingin menghadap Sekwilda. “Saya tidak merasa apriori apalagi mempersulit wartawan untuk menemui bapak sekda, kebetulan saja bapak saat itu sedang ada tamu dan banyak pekerjaan yang tidak bisa diganggu oleh siapapun termasuk wartawan”, kata Sekpri tadi. Bahkan Sekpri tidak merasa pilah-pilih terhadap wartawan yang ingin menghadap sekwilda. “apa yang saya lakukan adalah sudah sesuai prosedur dan tidak berlebihan (overacting), dan apa yang saya lakukan adalah sebuah tugas dan tidak pernah pak Sekda memerintah dan melarang tamunya untuk tidak dapat menemui, kebetulan saja saat itu bapak sedang terima tamu atau sedang banyak tugas”, kilah sekpri.
Yang jelas kami tidak ada masalah dengan para wartawan termasuk wartawan JP, lagian masalah ini telah selesai dan diurus langsung oleh 2 wartawan media cetak yang satu wartawan tabloid terbitan Jakarta dan yang satunya lagi wartawan Harian Lokal terbitan Tasikmalaya, ujar Sekpri tadi yang langsung menutup teleponnya. Dari pantauan Tadjuk dilapangan sudah bukan rahasia umum lagi apabila ada sebuah masalah atau kasus yang menimpa orang nomer 3 di Kabupaten Tasikmalaya termasuk kasus terbaru yang muncul akibat dugaan ulah Sekpri tadi, biasanya kedua wartawan media cetak ini selalu muncul dan terkesan menjadi “langganan” untuk menjadi “hero” dalam meredam sesuatu permasalahan yang timbul. Buka hanya itu, sumber lain menyebutkan terkadang untuk menyelesaikan suatu permasalahan-pun, tidak jarang menggunakan tangan “preman” untuk menutup ruang gerak seorang jurnalis dalam melakukan tugas dan profesinya agar tidak muncul kepermukaan. (R-33)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar